Sabtu, 01 Januari 2022

Pengantar iLmu Pertanian

KARYA TULIS ILMIAH

PENGANTAR ILMU PERTANIAN

“Pengaruh Urine Kambing terhadap Pertumbuhan Setek Lada (Piper ningrum L)”

Disusun Oleh :

Sri Hastuti

201 08 11 007

FAKULTAS PERTANIAN PERIKANAN DAN BIOLOGI

UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

2009

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya jualah Penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat kurikulum untuk memperoleh nilai pada mata kuliah Pengantar Ilmu Pertanian semester 1 Universitas Bangka Belitung.

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini Penulis banyak mendapat bantuan, saran serta petunjuk dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Riwan Kusniadi sebagai Dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Ilmu Pertanian yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman program studi pertanian dan juga untuk Henni Mas Tuti terima kasih atas dorongan dan bantuannya serta semua pihak yang telah membantu.

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kebaikan Karya Tulis Ilmiah ini selanjutnya. Mudah-mudahan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pangkalpinang, Januari 2009

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................

1.1. Latar Belakang...................................................................................................

BAB II. TINJAUN PUSTAKA..............................................................................

2.1. Tanaman lada.....................................................................................................

2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Lada..........................................................................

2.2.1. Iklim................................................................................................................

2.2.2. Tanah...............................................................................................................

2.2.3. Kelembaban.....................................................................................................

2.3. Perbanyakan Tanaman Lada...............................................................................

2.4. Zat Pengatur Tubuh............................................................................................

2.5. Urine Kambing...................................................................................................

BAB III. PEMBAHASAN.......................................................................................

3.1. Panjang tunas dan jumlah daun..........................................................................

3.2. Jumlah akar, Panjang akar dan Berat kering akar...............................................

BAB IV. KESIMPULAN........................................................................................

4.1. Kesimpulan.........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman lada ( Piper ningrum L) termasuk familia Piperaceae, diduga berasal dari lada liar yang tumbuh di pegunungan Malabar , India barat Daya. Pada abad XVI, tanaman lada di Indonesia baru diusakan secara kecil-kecilan, tetapi pada abad XVIII, tanaman tersebut telah diusahakan secara besar-besaran ( Aksi Agraris Kanisius )

Lada merupakan tanaman rempah-rempah yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, sebab lada merupakan komoditi ekspor non migas yang mempunyai peranan yang cukup penting dalam menghasilkan devisa negara. Menurut Wahid sebelum perang dunia kedua ( 1935-1940), Indonesia merupakan negara produsen lada utama didunia dan memasok sekitar 80% dari total produksi lada dunia. Namun pada zaman pedudukan Jepang (1942-1945), areal dan produksi lada di Indonesia menurun. Hal tersebut disamping disebabkan oleh tidak menentu dan rendahnya harga lada di pasaran dunia, juga disebakan rusaknya pertanaman lada Indonesia sebagai akibat serangan hama dan penyakit.

Mengingat fungsi dan peranan lada cukup penting, berbagai cara dilakukan dalam upaya peningkatan produktifitas dan pengembangan tanaman lada tersebut, baik itu melalui kegiatan peremajaan, perluasan areal, rehabilitas dan intesifikasi serta peningkatan mutu, sehingga dapat dirasakan meningkatnya produksi lada tersebut.

Perbanyakan tanaman lada pada umumnya dilakukan secara vegetatif, yaitu dengan penyetekan. Selaincepat dan ekonomis, perbanyakan dengan menggunakan setek ini juga dapat menghasilkan tanaman yang seragam, mempunyai sifat-sifat yang sama dengan induknya serta dapat berproduksi lebih awal, maka untuk keperluan tersebut perlu dipilih terlebih dahulu tanaman yang sudah cuup umurnya, sehat dan kuat pertumbuhannya ( Rismunandar, 1994 dalam Henni Mas Tuti).

Tanaman lada tergolong tanaman memanjat, yang memiliki dua macam sulur yaitu sulur panjat dan sulur buah (cabang). Bahan setek untuk perbanyakan tanaman ini dapat diperoleh dari kedua sulur tersebut, namun setek yang baik digunakan adalah setek yang berasal dari sulur panjat yang dalam pertumbuhan aktif, karena sulur panjat secara alami telah memiliki akar lekat pada bagian bukunya, serta setek yang berasal dari pohon induk yang sehat, berumur tidak lebih dari dua tahun.

Pertambahan setek meliputi pertambahan tunas dan akar. Masalah pembentukan akar merupakan hal yang pokok dari perbanyakan tanaman secara vegetatif terutama secara setek. Pertambahan akar menunjang berlangsungnya hidup tanaman baru tersebut, karena denagn perakaran yang cukup lebat merupakan jaminan akan berhasilnya penyiapan bibit. Sedangkan permasalahan yang sering timbul dalam perbanyakan tanaman secara setek ini yaitu penyetekan itu sendiri tidak selamanya menghasilkan persentase perakaran yang tinggi. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan upaya yang salah satunya yatu menggunakan hormon tumbuh sintesis.

Kendala yang dihadapi dalam penggunaan zat pengatur tumbuh sintesis ini, yaitu ketersediaannya yang relatif terbatas dan harganya cukup mahal, sehingga sulit untuk dijangkau petani lada. Sebagai penggantinya dapat digunakan zat pengatur tumbuh alami, yaitu dengan memanfaatkan urine hewan ternak ruminansia yang sudah memasyarakat. Salah satunya dengan pemanfaatan urine kambing yang diduga mengandung hormon tumbuh (auksin) atas dasar beberapa penelitian denagn ditemukannya sejumlah auksin pada urine hewan ternak lain yang mempunyai kekerabatan yang dekat dengan sapi dan biri-biri.

Menurut Doak dalm Henni Mas Tuti, 2001 mengatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian di laboratorium denagn metode Holt dan Gallon diketahui bahwa dalam urine biri-biri mengandung auksin sebanyak 5 mg/L dan paling banayk adalah jenis IAA, hal tersebut didukung oleh Dwidjoseputro yang mengatakan bahwa urine manusia dan hewan yang terutama habis makan zat-zat makanan yang berasal dari tumbuhan mengandung auksin, bahkan tiga macam yaitu auksin a, auksin b, dan suatu zat yang disebut heteroauksin. Heteroauksin tersebut ternyata adalah asam indol asetat (AIA). Dalam urine sapi juga mengandung sejumlah auksin yang berasal dari makanannya berupa tumbuhan , terutama dari ujung tanaman seperti tunas, kuncup daun, kuncup bunga dan lain-lain, dimana tumbuhan tersebut didalm sistem pencernaannya diolah sedemikian rupa sehingga auksin diserap bersama dengan zat-zat yang ada pada tumbuhan tersebut, karena auksin tidak terurai dalam tubuh mak auksin dikeluarkan sebagai filtrat bersama-sama dengan urine.

Auksin sebagai salah astu hormon tumbuhan bagi tanaman mempunyai peranan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dilihat dari segi fisiologi, hormon tumbuh ini berpengaruh tehadap pembelahan sel, pemanjangan sel hingga terjadi pembentukan akar, batang, daun, dahan, ranting, bungan dan buah.

Untuk memanfaatkan urine hewan ternak telah dicoba pada berbagai penelitian seperti urine sapi dicoba pada penyetekan kopi yang dapat meningkatkan jumlah setek yang berakar mencapai 81,10-96,60% (Suprijadi dalam Henni Mas Tuti, 2001). Penyetekan lada menghasilkan pertumbuhan yang baik pada konsentrasi 10% dan 15% (Wihartini dalam Henni Mas Tuti, 2001), penyetekan vanili pada konsentrasi 25% menampakkan setek vanili satu nodus yang relatif baik (Gozali dkk dalam Henni Mas Tuti, 2001) dan penyetekan jeruk manis. Sedangkan pada biri-biri penyetekan pada tanaman limau kue menghsilkan akar yang banyak pada konsentrasi 7,5% (Suarni dalam Henni Mas Tuti). Berdasarkan hasil penelitian di atas penyetekan pada lada dirasa perlu untuk diupayakan memanfaatkan urine kambing sebagai hormon tumbuh yang relatif murah dan mudah pengadaannya, mengingat hubungan kekerabatan yang dekat dan makanannya yang sama dengan sapi dan biri-biri.

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1. Tanaman lada

Tanaman lada (Piper ningrum L) termasuk tumbuhan memanjat yang memerlukan batang penyangga untuk hidupnya. Lada termasuk familia Piperaceae yang terdiri dari 10 sampai 12 marga. Diduga tanaman ini berasal dari lada liar yang tumbuh di pegunungan Malabar , India barat Daya. Di dunia terdapat lebih kurang 600 jenis Piper yang hidup di daerah tropis dan kurang lebih 40 jenis berasal Indonesia. Dari sejumlah spesies tersebut yang diusahakan adalah Piper betle L., Piper cobeba L., Piper quinense Schum, Piper ningrum L. Spesies yang secara ekonomis paling penting adalah Piper ningrum L.

Tanaman lada memerlukan batang penyangga untuk hidupnya. Batangnya terdiri dari ruas-ruas, pada setiap ruas tumbuh akar yang melekat pada batang penyangganya. Batang muda berwarna hijau tuia, sedangka batang tua yang berkayu berwarna hijau kecoklatan dengan diameter yang dapat mencapai 4-6 cm. Panjang buku ruasnya dapat mencapai 5-12 cm. Sedangkan sulurnya terdiri dari dua macam sulur yaitu sulur panjat dan sulur buah. Sulur panjat mempunyai ruas yang membentuk akar lekat, panjang, dan tidak mempunyai sistem percabangan sympodial dan tumbuh mendatar. Daun lada berbentuk bulat telur, berbentuk asimetrik dengan ujung yang meruncing. Daun tunggul tumbuh tersebar pada buku-buku batang.

Walaupun tanaman lada termasuk anggota dicotyl, akan tetapi pada umunya diperbanayk secara vegetatif (setek), maka tanaman yang diperoleh tidak memiliki akar tunggang. Akar utama pada dasar batang berfungsi terutama untuk menyerap air dari dalam tanah. Sedangkan akar yang keluar dari buku di atas tanah tidak memanjang dan berfungsi untuk menempel (melekat) pada tiang panjat.

Bunga tanaman lada berbentuk mali, panjangnya 3-25 cm, tidaka bercabang berporos tunggal dimana tumbuh kecil-kecil berjumlah labih dari 150 buah pertandan dan tumbuhnya berhadapan dengan daun dari cabang. Bunga lada bisa uniseksual dalam bentuk :

- Monoecious atau berumah satu, yang berarti pada satu tanaman terbentuk bunga betina dan jantan yang terpisah.

- Dioecious atau berumah dua yang berarti bunga betina dan jantan masing-masing terpisah pada pohon berlainan.

Buah lada tidak bertangkai, berbiji tunggal, bulat bentuknya, berdiameter 4-6 mm, berdaging, kulitnya hijau bila masih muda dan berubah warnanya menjadi merah bila sudah masak.

Klasifikasi tanaman lada secara sistematik adalah sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Piperales

Familia : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper ningrum L.

Lada sebagai bahan rempah mempunyai manfaat yang banyak bagi manusia. Untuk pengobatan baik itu secara modern maupun secara tradisional, daunnya dapat dimanfaatkan sebagai insektisida terhadap ngengat dalam lemari pakaian. Paling umunlada dikenal sebagai penyedap masakan baik itu di Eropa maupun di Asia. Sedangkan minyak lada itu tersendiri mempunyai bau yang harum sehingga dapat digunakan sebagai bahan wangi-wangian.

2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Lada

2.2.1. Iklim

Sebagaimana tanaman lainnya, pertumbuhan tanamanini dipengaruhi oleh lingkungan dimana lada tersebut dibudidayakan. Tanaman lada tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 0 sampai 500 meter dari permukaan laut, pada daerah dengan ketinggian kurang dari 100 meter dari permukaan laut pertumbuhan lada akan lebih baik. Daerah utam tanaman lada terletak diantara 12 LU - 12 LS, daerah ini ditandai oleh adanya curah hujan yang tinggi, tidak ada tiupan angin yang kencang dan adanya sistem dua musim (Rismunandar dalam Henni Mas Tuti 2001). Selanjutnya Wahid dan Suparman (1996) menanbahkan bahwa lada merupakan tanaman tropis basah yang merata sepanjang tahun. Curah hujan yang dikehendaki berkisar antara 2000-3000 mm pertahun dengan rata-rata 2300 mm per tahun. Hari hujan yang ideal adalah 150-210 hari/tahun atau rata-rata 177 hari/tahun.

Tanaman lada tidak menghendaki angin yang kencang karena tanaman ini sangat peka terhadap goncanagn angin. Angin yang kencang disertai udara yang panas sanagt menggangu pertumbuhan tanaman, karena merusak laju penguapan, penyerapan dan penyediaan air.

2.2.2. Tanah

Tanah yang baik untuk pertumbuhan lada adalah yang memiliki sifat yang cukup gambut, mempunyai kandungan hara yang cukup tinggi dengan kandungan unsur yang seimbang, mempunyai saluran drainase yang baik dan permukaan air tanah tidak terlalu dangkal.

Tanaman lada dapat dikatakan tidak terlalu memilih jenis tanah, tanaman dapat tumbuh pada ragam tanah yang luas seperti andosol, grunosol, latosol, padsolit, dan regusol, asalkan tingkat kesuburan dan drainasenya baik. Tanaman lada tidak dapat bertahan terhadap genangan air. Kenyataan ini terbukti bahwa, daerah tanah gambut yang air tanahnya tinggi tidak dapat dimanfaatkan untuk tanaman lada.

Mengenai keasaman tanah (pH), menurut wahid dan Suparman (1996) telah mempelajari pengaruh pH terhadap pertumbuhan tanaman lada, didapatkannay bahwa indeks pertumbuhan tanaman tertinggi diperoleh dari tanah dengan pH berkisar 5,5-5,8.

2.2.3. Kelembaban

Menurut Andriane dan Brison dalam Henni Mas Tuti (2001) yang mengatakan bahwa kelembaban udara yang relatif tinggi diperlukan dalam perakaran setek. Hal ini untuk mencegah terjadinya transpirasi yang berlebihan sehingga menyebabkan kelayuan dan kematian setek. Berakarnya setek tergantung pada iklim mikro tempat penyetekan, medium harus lembab tetapi tidak terlalu basah. Kelembaban udara yang tinggi sangat berguna untuk mencegah kekeringan sebelum setek berakar.

2.3. Perbanyakan Tanaman Lada

Tanaman lada dapat diperbanyak denagn dua cara yaitu secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif jarang dilakukan karena disamping membutuhkan waktu yang sangat lama, juga tanaman yang dihasilakn sering tidak sama dengan induknya. Perbanyakan secara generatif biasanya dilakukan dalam keadaan terpaksa, misalnya tidak ada pohon induk yang dapat diambil setek atau dilakukan untuk tujuan penelitian.

Perbanyakan vegetatif menghasilakn tanaman baru yang genotifnya sama denagn induknya, karena sifat yang dimiliki induknya akan diwarisi pula oleh keturunannya secara utuh. Perbanyakan secara vegetatif (setek) lazim dilakukan karena mudah dan tanaman yang dihasilkan seragam. Penyetekan adalah suatu perlakuan pemisahan atau pemotongan beberapa dari bagian tanaman, baik dari akar, batang, daun dengan tujuan agar bagian-bagian tersebut akan membentuk akar.

Menurut Rismunandar dalam Henni Mas Tuti 2001 dalam perbanyakan tanaman dengan setek ini terlebih dahulu harus dipilih tanaman yang sudah berumur, kuat dan sehat pertumbuhannnya. Untuk pengambilan setek lada ini ada dua cara yaitu denagn menggunakan setek panjang (5-7 ruas) atau setek pendek (satu ruas). Penggunaan setek lada yaitu setek panjang (5-7 ruas), sedangkan setek pendeknya ada dua macam yaitu setek 3-4 ruas dan setek satu ruas berdaun tunggal. Setek panjang (5-7 ruas) dan setek yang pendek (3-4 ruas) langsung dapat ditanam di lapangan, sedangkan setek satu ruas berdaun tunggal harus melalui pembibitan terlebih dahulu.

Tanaman yang baik untuk dijadikan bahn setek adalah yang berasal dari bahan induk yang sehat dan berumur tidak lebih dari dua tahun. Setek lada yang terlalu tua pertumbuhannya kurang baik demikian pula setek yang berasal dari tanaman yang terlalu muda (Wahid dan Suparman dalam Henni Mas Tuti, 2001)

Masalah utama dalam perbanyakan secara setek ini adalah pembentukan akar. Pembentukan akar merupakan salah satu indikasi berhasil tidaknya suatu penyetekan. Semakin cepat dan banyak akar yang terbentuk makin besar kemungkinannya untuk membentuk tunas baru.

Akar adventif setek batang berasal dari kelompok sel tertentu yang menjadi meristemik. Hartmann dan Kester menyatakan bahwa pembentukan akar adventif dibagi menjadi empat tahap:

  1. Dedifrensiasi sel-sel dewasa tertentu
  2. Bakal akar dibentuk disekitar jaringan pembuluh yang telah menjadi meristemik oleh Dedifrensiasi
  3. Bakal akar berkembang menjadi primordia akar yang telah terorganisasi
  4. Pertumbuhan dan pemunculan primordia akar keluar melalui jaringan lain disertai pembentukan hubungan dengan jaringan pembuluh di dalam batang.

Setelah setek berhasil membentuk akar, perkembangan bagian setek lainnya diharapkan segera terjadi untuk pertumbuhan selanjutnya. Pertumbuhan vegetatif dapat berupa perkembangan akar, daun, dan batang baru. Tiga proses penting dalam perkembangan vegetatif adalah:

  1. Pembelahan sel
  2. Pemanjangan sel
  3. Tahap awal dedifrensiasi sel.

Pada umumnya pembelahan sel terjadi pada pembuatan sel-sel baru yang memerlukan karbohidrat dalam jumlah besar. Pemanjangan sel dapat berlangsung bersama dengan membesarnya sel, tahap selanjutnya merupakan awal dedifrensiasi atau pembentukan jaringan-jaringan primer dan terorganisasinya jaringan menjadi organ. Pembelahan dan pemanjangan sel yang diikuti dengan pembentukan jaringan serta organisasi organ merupakan tahap awal bagian vegetatif seperti batang, daun dan perakaran (Harjadi dalam Henni Mas Tuti, 2001). Pertumbuhan vegetatif dicirikan dengan berbagai aktivitas pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang berhubungan dengan pembentukan dan pembesaran daun, pembentukan meristem apikal atau lateral dan pertumbuhannya menjadi cabang-cabang dan sistem perakaran tanaman.

Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan setek adalah macam setek, umur setek dan kandungan bahan makanan yang ada di dalam setek itu sendiri. Faktor luar yang mempengaruhi adalah faktor lingkungan yang terdiri dari air, udara, cahaya, CO2 dan hara mineral.

Bahan tanaman yang digunakan sebagai setek berhubungan dengan tingkat ketuaan setek dari pohon induk. Karena tingkat ketuaan batang setek, secara morfologi akan berpengaruh terhadap tingkat kekerasan jaringan batang setek. Tanaman yang lebih muda akan lebih muda mengeluarkan akar dibandingkan dengan tanaman yang tua. Pembentukan akar dan tunas dipengaruhi oleh kandungan bahan makanan setek terutama persediaan nitrogen dan karbohidrat. Setek yang mengandung karbohidrat yang tinggi dan nitrogen yang rendah akan membentuk akar yang lebih cepat, sebaliknya jika setek mengandung karbohidrat yang rendah dan nitrogen yang tinggi pembentukan tunas yang lebih cepat. Perbandingan yang seimbang antara nitrogen dan karbohidrat menyebabkan pertumbuhan akar dan tunas yang seimbang pula.

Faktor luar lain yang juga mempengaruhi keberhasilan tumbuh setek adalah media pertumbuhan, perlakuan terhatdap setek, kelembaban disekitar setek, suhu udara dan suhu media, serta hara mineral. Media tanam juga mempengaruhi jumlah setek yang berakar dan bentuk penyebaran akar. Media yang baik adalah media yang memiliki porositas dan aerasi yang baik, kapasitas memegang air yang tinggi dan bebas dari patogen. Media yang baik untuk pertumbuhan akar setek lada adalah campuran tanah, pupuk kandang dan pasir dengan perbandingan 2:1:1 (Zaubin dkk dalam Henni mas Tuti, 2001).

Keadaan setek mempengaruhi kualitas bibit yang tumbuh. Waktu pengambilan dan cara penyimpanan dapat menurunkan daya tumbuh. Penyimpanan tidak akan meningkatkan daya tumbuh, tetapi penyimpanan yang baik akan mempertahankan dan memperlambat kerusakan bibit.

Menurut Hartmann dan Kester dalam Henni Mas Tuti (2001), perlakuan terhadap setek mempengaruhi pertumbuhan setek. Perlakuan terhadap setek meliputi pemotongan setek, kedalaman penanaman setek dan pemberian zat pengatur tubuh. Setek yang ditanam lebih dalam akan memudahkan pertumbuhan akar setek, tetapi mudah terserang oleh penyakit terutama karena kondisi suhu dan kelembaban yang tinggi. Selanjutnya setek yang ditanam terlalu dangkal akan lebih mudah mengalami kekeringan dan gagal untuk tumbuh.

2.4. Zat Pengatur Tubuh

Di dalam tubuh tanaman selain terdapat kandungan senyawa-senyawa khusus pembentuk organ seperti gula, protein, asam amino juga terkandung senyawa yang berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan seperti auksin, giberalin, sitokinin, dan etilen. Senyawa pemacu itu dikenal sebagai zat pengatur tubuh tanaman. Salisbury dan Ross mendefinisikan hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan kebagian lain, dan pada konsentrasi rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologi. Dari definisi tersebut, menurut Wattimena dalam Henni Mas Tuti (2001) bahwa hormon tanaman harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:

  1. Senyawa organik yang dihasilkan oleh tanaman sendiri
  2. Harus dapat ditranslokasikan
  3. Tempat sintesis dan kerja berbeda
  4. Aktif dalam konsentrasi rendah

Dengan batasan-batasan tersebut vitamin dan gula tidak termasuk dalam hormon tanaman. Gula diproduksi di daun dan bagian lain yang mengandung butir hijau daun dan ditranslokasikan ke bagian lain, tetapi aktif dalam jumlah besar. Vitamin juga bahan organik yang aktif dalam jumlah kecil, tetapi pada umumnya tidak ditranslokasikan. Tempat sintesis dan tempat kerja adalah sama.

Berkat penyelidikan F.W. Went daalm Henni Mas Tuti,2001 dapat diketahui adanya zat yang dihasilkan oleh tumbuhan dan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan. Zat itu disebut zat penumbuh atau auksin. Semula Went mendapatkan pada ujung kleoptil kecambah sejenis gandum (Avena sativa). Kemudian ternyata, bahwa ujung-ujung lain spesies juga mempunyai zat yang fungsinya sama dengan auksin tersebut. Auksin banyak disusun di jaringan-jaringan meristem di dalam ujung-ujung tanaman seperti tunas, kuncup bunga, pucuk daun dan ujung akar.

Menurut Wattimena dalam Henni Mas Tuti (2001) auksin sebagai hormon tumbuhan mempunyai pengaruh fisiologis terhadap berbagai aspek perkembangan dan pertumbuhan yaitu:

1. Pembesaran sel. Studi mengenai pertumbuhan kleoptil menunjukkan bahwa IAA dan auksin lain mendorong pembesaran sel. Pemanjangan kleoptil atau batang merupakan hasil dari pembesaran sel tersebut.

2. Penghambatan mata tunas samping. Pertumbuhan dari mata tunas samping dihambat oleh IAA yang diproduksi pada meristem apikal. Jika sumber auksin ini dihilangkan dengan jalan memotong meristem apikal itu mata tunas samping ini akan tumbuh menjadi tunas.

3. Aktifitas kambium. Pertumbuhan sekunder termasuk pembelahan sel-sel di daerah kambium dan pembentukan jaringan xilem dan floem dipengaruhi oleh IAA dan pembelahan sel-sel di daerah kambium juga dirangsang IAA.

4. Pertumbuhan akar. Auksin pada konsentrasi yang tidak terlalu tinggi akan merangsang pembentukan akar.

5. Absisi (pengguran daun). Pengguran daun terjadi sebagai akibatn dari proses absisi (proses-proses fisik dan biokimia) yang terjadi di daerah absisi. Daerah absisi adalah kumpulan sel yang terdapat pada pangkal tangkai daun. Proses absisi ada hubungan dengan IAA pada sel-sel di daerah absisi.

Dwidjoseputro mengatakan auksin mempengaruhi perkembangan dinding sel, sehingga mengakibatkan berkurangnya tekanan dinding sel terhadap protoplas. Akibat tekanan dinding sel berkurang, protoplas mendapat kesempatan untuk menyerap air dari sel-sel yang ada di bawahnya, karena sel-sel yang dengan titik tumbuh mempunyai nilai osmosis yang tinggi. Maka akan diperoleh sel-sel yang panjang-panjang dengan vakuola yang besar di daerah belakang titik tumbuh.

Pembentukan akar terjadi karena pergerakan kebawah auksin, karbohidrat dan rooting kofaktor (zat yang berinteraksi dengan auksin yang mengakibatkan perakaran) baik dari tunas maupun daun. Zat ini akan mengumpul di dasar setek yang selanjutnya akan menstimulir pembentukan akar setek. Jadi dalam hal ini tunas diperlukan untuk mendorong terjadinya perakaran setek. Pembentukan akar tidak akan terjadi bila seluruh tunas dihilangkan atau dalam keadaan dorman. Kandungan nutrisi dalam setek, terutama persediaan karbohidrat dan nitrogen juga mempengaruhi perkembangan akar dan tunas.

Auksin yang ditemukan Went kini diketahui sebagai Asam Indol Asetat (IAA). Namun tumbuhan juga mengandung tiga senyawa lain yang strukturnya mirip IAA dan menyebabkan respon yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut adalah Asam 4-Kloroindolasetat (4-Kloro IAA), Asam Fenilasetat (PAA) dan Asam Indol Butirat (IBA). Sedangkan auksin butan yang sudah dikenal adalah Asam β-Neftalenasetat (NAA), Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan Asam 2-Metil-4-Klorofenoksiasetat (MCPA) (Salisbury dan Ross dalam Henni Mas Tuti,2001).

IBA bersifat lebih baik dan efektif, karena kandungan IBA lebih stabil, kerjany lebih lama dan kemungkinan berhasil lebih besar dalam pembentukan akar. IBA yang diberikan pada setek akan tetap berada ditempat, sehingga dapat diharapkan respon yang baik terhadap pertumbuhan akar. IAA bersifat lebih mudah menyebar kebagian-bagian lain dan akan menghambat perkembangan serta pertumbuhan tunas sebelum waktunya sedangkan NAA mempunyai sifat memperkecil batas konsentrasi optimun perakaran, sehingga penggunaan NAA mengandung kerugian bila belum diketahui konsentrasi yang sebenarnya bagi suatu tanaman.

Ada tiga hal yang menarik dari senyawa 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat) jika dilihat dari segi aktivitasnya yaitu:

1. Dibandingkan terhadap IAA, senyawa 2,4-D menunjukkan aktivitas auksin yang lebih tinggi.

2. Kelarutan dalm lemak dan air dari kedua senyawa ini (IAA dan 2,4-D) adalah sama.

3. 2,4-D resisten terhadap IAA oksidasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa secara alamiah auksin banyak terdapat jaringan meristematis daun yang masih muda serta pucuk tanaman. Terbukti bahwa ditemukannya asam 4-kloroindole asetat yang ditemukan pada biji muda jenis kacang-kacangan, asam venil asetat ditemukan pada banyak jenis tumbuhan dan asam indobultirat yang ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil.

Dwidjoseputro mengatakan bahwa dalam penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa urine manusia maupun hewan yang terutama habis makan zat-zat makanan yang berasal dari tumbuhan juga mengandung auksin, bahkan tiga macam yaitu auksin-a, auksin-b dan suatu zat yang disebut heteroauksin. Auksin ini sebagian tidak dapat dicerna oleh tubuh sehingga terbuang bersam urine. Sebenarnya auksin-a dan auksin-b, yang ditemukan pada urine manusia dan hewan adalah serupa, bedanya pada auksin –a (C18H32O5) memiliki satu molekul air lebih banyak daripada auksi-b (C18H30O4). Sedangkan jenis yang ketiga yaitu heteroauksin (IAA) mempunyai pengaruh yang lemah terhadap pertumbuhan dibandingkan dengan auksin-a dan auksin-b.

2.5. Urine Kambing

Kambing yang mengkonsumsi pakan hijau, diduga dalam urinenya terdapat zat pengatur tumbuh yang mempunyai efek fisiologis terhadap tanaman dalam mendorong pembesaran dan pembelahan sel sebagaimana halnya pada urine sapi dan urine biri-biri. Menurut Suparman dkk yang menduga bahwa urine sapi kemungkinan mengandung auksin sebagai zat yang terkandung dalam pakan hijauan yang tidak dicerna oleh tubuh sapi dan akhirnya diperkirakan terbuang bersama urine. Selain itu juga terkandung unsur hara lain yang juga sangat bermanfaat bagi tanaman seperti Nitrogen, Fosfor dan Kalium.

Tisdale dan Nelson dalam Henni Mas Tuti menerangkan bahwa komposisi unsur hara yang terdapat di dalam urine sapi adalah air 92%, N 1%, P2O5 0,20% dan K2O 1,35%. Hal tersebut juga diperkuat oleh Lingga yang mengatakan bahwa dalam urine biri-biri juga terkandung unsur hara sebagai berikut Nitrogen (1,35%), Fosfor (0,05%), Kalium (2,10%).

Nitrogen, Fosfor, dan Kalium merupakan bagian dari unsur hara utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Nitrogen cenderung merupakan unsur yang membatasi pertumbuhan tanaman. Sumber nitrogen adalah bahan organik sisa tumbuhan dan hewan, serta hasil nitrogen bebas dari udara oleh bakteri-bakteri rhizobium yang terdapat dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (leguminasae). Nitrogen diambil oleh tanaman dalam bentuk ion NH4+ atau NO3-. Peranan utama nitrogen bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang dan daun yang terutama terjadi pada tanaman muda. Nitrogen juga merupakan komponen penyusun senyawa esensial misalnya asam-asam amino dan enzim. Setiap molekul protein tersusun dari asam-asam amino. Protein dan asam-asam amino merupakan senyawa penyusun jaringan tanaman.

Selanjutnya menurut Setyamidjaja dalam Henni Mas Tuti (2001) bahwa peranan utama unsur nitrogen adalah membuat tanaman menjadi hijau karena banyak mengandung butir-butir hijau daun yang penting dalam fotosintesis yaitu penyusunan klorofil daun, protein dan lemak. Hasil fotosintesis akan merangsang pertumbuhan vegetatif yaitu menambah tinggi tanaman.

Kalium juga merupakan unsur hara utama yang diperlukan tanaman dan berpengaruh terhadap berbagai proses pertumbuhan tanaman. Sumber kalium dalam tanah diambil oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Dwidjoseputro menerangkan bahwa kalium dalam tanaman terdapat sebagai garam organik. Pada bagian tanaman yang melakukan pertumbuhan terdapat lebih banayk kalium daripada didalam daun yang tua, karena K+ mudah disalurkan dari organ dewasa ke orang muda. Unsur ini mempunyai peranan yang penting sebagai katalisator, terutama dalam pengubahan protein menjadi asam amino. Kalium berperan dalam penyusunan dan pembongkaran karbohidrat, karena kalium dapat mengaktifkan enzim yang diperlukan untuk membuat pati.

Selanjutnya menurut Lingga bahwa kalium juga berperan meperkuat tubuh tanaman agar daun, bung dan buah tidak mudah gugur. Fungsi lain dari kalium adalah sebagai sumber kekuatan bagi tanaman menghadapi kekeringan dan penyakit. Unsur kalium dapat memperkuat tubuh tanaman, karena dapat menguatkan serabut-serabut akar sehingga daun dan bhuah tidak mudah gugur.

Bila kekurangan kalium tanaman akan memperlihatkan gejala daun menjadi kuning, ada noda-noda jaringan mati di tengah-tengah lembaran atau sepanjang tepi daun sehingga pertumbuhan tanaman terhambat, batang kurang kuat sehingga mudah terpatahkan oleh angin.

Menurut Setyamidjaja dalam Henni Mas Tuti (2001), peranan fosfor adalah memacu pertumbuhan akar dan pembentukan sistem perakaran yang baik dari benih dan tanaman muda, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah dan biji, memperbesar persentase bunga menjadi buah atau biji, sebagai bahan penyusun inti sel, lemak dan protein. Beberapa akibat kekurangan fosfor yaitu keadaan perakaran tanaman sangat kurang dan tidak berkembang, dalam keadaan kekurangan fosfor yang parah menyebabkan daun, cabang dan batng berwarna ungu.

Makanan yang diberikan pada kambing yang diambil urinenya berupa ampas tahu, dedak dan beragam rumput-rumputan, diantaranya adalah rumput gajah (Panistium purperium), rumput geganjuran (Paspalum sp), Braceria decumben dan lain-lain. Sebagai pakan utama ternak ruminansia, rumput-rumputan merupakan hijauan segar sebagai sumber energi dan banyak mengandung karbohidrat.

Hijauan segar adalah semua pakan yang diberikan kepada ternak dalam bentuk segar, baik yang dipotong terlebih dahulu (oleh manusia) maupun tidak (disenggut langsung oleh ternak). Rumput-rumputan merupakan hijauan segar yang menguntungkan peternak dan pengelola ternak karena sangat disukai ternak. Disamping itu, hijauan segar mudah diperoleh karena memiliki kemampuan tumbuh yang tinggi, terutama di daerah tropis meskipun sering dipotong atau disenggut langsung oleh ternak.

Seperti dijelaskan di atas, diperkirakan urine kambing juga dapat memacu pertumbuhan tanaman, yang kandungan urinenya tidak jauh berbeda dengan sapi dan biri-biri. Untuk mengetahui pengaruh urine kambing terhadap perakaran setek lada maka dilakukan pengamatan paad parameter pertumbuhan setek lada. Pada umunya pertumbuhan tingkat tinggi yang peningkatan jumlah dan ukuran sel tanpa merusak jaringan yaitu dengan melakukan pengukuran tinggi atau panjang tunas dan akar. Selanjutnya untuk mengetahui penambahan bahan organik baru terbentuk selama pertumbuhan, ditimbang berat basah, berat kering akar dan tunas (Waering dan Philips, dalam Henni Mas Tuti, 2001)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Panjang tunas dan jumlah daun

Pencelupan setek lada dalam urine kambing ternyata memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan panjang tunas dan jumlah daun setek lada. Hal tersebut diduga disebabkan auksin yang terdapat pada urine kambing dari konsentrsai yang telah dicobakan telah mampu merangsang pertambahan jumlah tunas dan jumlah daum tersebut. Dwidjoseputro menyatakan bahwa urine manusia maupun hewan yang terutama habis makan zat-zat makanan yang berasal dari tumbuhan juga mengandung auksin.

Auksin yang terdapat di dalam urine kambing yan g terkumpul di dasar setek (pada daerah perlukaan) yang dibantu oleh auksin yang berasal dari tunas akan merangsang sel-sel parenkim batang lada yan telah terspesialisasis sengga menyebabkan sel parenkim batang terdedifrensiasi dan menjadi meristematis yang kemudian membelah dan akan mengaktifkan pucuk sehingga akhirnya akan merangsang pertumbuhan akar.

Menurut Dwidjoseputro bahwa pengaruh urine dalam penambahan panjang tunas dan jumlah daun adalah dalamhal pemanjangan sel. Auksin dapat mengembangkan sel-sel yang ada didaerah belakang meristem, dimana auksin mempengaruhi pengembangan dinding sel, sehingga mengakibatkan berkurangnya tekanan dinding sel terhadap protoplasma maka karena dinding sel berkurang protoplasma mendapat kesempatan untuk meresap air dari sel-sel dibawahnya. Dengan demikian dihasilkan sel yang panjamg-panjang dengan vakuola yang besar. Salisbury juga mengatakan bahwa auksin dapat mengakibatkan pengenduran dinding sel, suatu istyilah yang menjelaskan sifat mudah melar atau sifat plastis dinding sel yang diberi auksin. Dengan demikian akan terbentuk tunas yang baik, pertumbuhan tunas yang baik akan dapat meningkatkan pertumbuhan jumlah daun pada setek. Kusomo mengatakan bahwa daun pada setek berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis yang akan menghasilkan karbohidrat, sehingga tanaman yang menghasilkan tunas yang lebih banyak mempunyai kemampuan untuk membentuk bagian vegetatif (daun) lebih besar.

Dengan meningkatnya konsentrasi urine kambing juga terjadi pertambahan rata-rata panjang tunas dan peningkatan rata-rata jumlah daun. Konsentrasi urine yang terlalu tinggi, dengan demikian kandungan auksin juga tinggi dapat menghambat pertumbuhan tunas jumlah daun. Dwidjoseputro menyatakan bahwa penggunaan zat tumbuh dalam jumlah yang relatif sedikit akan merangsang pertumbuhan tanaman, sedangkan konsetrasi yang terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan bahkan dapat menyebabkan kematian pada tanaman.

Adanya perbedaan luas dari setiap perlakuan, misalnya daun yang sedikit tetapi lebar kemungkinan mempunyai nilai yang sama bahkan lebih bila dibandingkan dengan daun yang banyak tetapi kecil, selain itu juga disebabkan terdapatnya gangguan hama, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan metabolisme setek lada serta pembentukan dan pembesaran sel menjadi terganggu.

3.2. Jumlah akar, Panjang akar dan Berat kering akar

Urine kambing ternyata memberi pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan akar. Hal ini menandakn bahwa kandungan auksin yang terdapat dalam urine tersebut sudah dapat merangsang pertumbuhan akar setek lada.

Rata-rata jumlah, panjang dan berat kering akar semakin meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi urine kambing. Jika kandungan urine sudah melewati batas optimum dapat terjadi penurunan seperti pada parameter sebelumnya (Panjang tunas dan jumlah daun) sehingga menghambat pertumbuhan akar.

Pemberian zat pengatur tumbuh dapat menstimulir pertumbuhan akar, sehingga akar setek tumbuh lebih cepat dan lebih banyak. Pembentukan akar terjadi karena pergerakan ke bawah dari auksin, baik pada tunas maupun daun, auksin ini akan menggumpag di dasar setek yang selanjutnya akan menstimulir pembentukan akar setek. Auksin dapat meningkatkan jumlah dan kualitas akar serta keragaman perakaran, dengan demikian setek akan menyerap air lebih banyak sehingga mencegah terjadinya kekeringan. Berkembangnya akar dengan baik pada setek akan segera dapat memperoleh air yang cukup dari dalam tanah, sehingga mampu mengimbangi penguapan air pada bagain di atas permukaan tanah dan dapat memelihara kondisi setek dalam keadaan segar. Terpeliharanya kesegaran setek memungkinkan proses perkembangan mata tunas, sehingga pembentukan akar dan pemanjangan akar dapat berlangsung dengan baik. Dan bertambahnya jumlah dan panjang akar daapt meningkantkan berat kering akar karena semakin baik pertumbunhan akar maka semakin besar pula berat kering akar diperoleh (Hartmann dan Kester dalam Henni Mas Tuti, 2001).

Selain pengaruh auksin, keberhasilan tumbuh setek baik panjang tunas, jumlah daun maupun pertumbuhan akar kemungkinan juga dipengaruhi ole unsur-unsur hara yang terkandung dalam urine kambing tersebut, yaitu nitrogen, fosfor dan kalium yang masing-masing kandungannya adaalh N total 0,42%, kalium 1,59% dan fosfor 2,13%.

Menurut Sutejo dan Kartasapoetro dalam Henni Mas Tuti (2001), nitrogen, fosfor dan kalium termasuk unsur hara utama yang diperlukan daalm jumlah relatif banyak ole tanaman. Nitrogen berperan dalam pembentukan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar. Meningkatnya kadar N, akan meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, sehingga proses pembentukan klorofil untuk fotosintesis akan semakin baik. Hasil fotosintesis akan merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman. Fosfor berperan dalam pembentukan energi. Dalam metabolisme sel, fosfor merupakan suatu unsur yang sangat diperlukan seperti suatu bahan bakar universal untuk setiap aktifitas biokomia dalam sel hidup. Ikatan ATP (Adenosin Trifosfat) yang berenergi tinggi melepaskan energi untuk kerja bila diubah menjadi Adenosin Difosfat (ADP). Dengan demikian semakin besarnya energi yang dibentuk maka akan semakin memacu pertumbuhan setek lada. Sedangkan fungsi unsur kalium bagi tanaman adalah berperan dalam penyusunan dan pembongkaran karbohidrat, karena kalium dapat mengaktifkan enzim yang diperlukan untuk membentuk pati. Hal tersebut berhubungan dengan proses fotosintesis, dimana hasil fotosintesis tersebut akan ditranslokasikan ke dasar setek yang selanjutnya akan dapat menstimulir terbentuknya akar.

Selain faktor diatas, kondisi lingkungan juga merupakan salah satu faktor penentu tumbuhnya setek, karena pertumbuhan tanaman lada sangat dipengaruhi unsur hara, suhu, kelembaban dan pH tertentu. Faktor lingkungan cukup mendukung, dimana diperoleh hasil bahwa suhu udara pada pagi hari dengan rata-rata 27,12 C, siang hari dengan rata-rata 30,25 C dan pada sore hari dengan rata-rata 29,02 C. Sedangkan kelembaban yang diperoleh yaitu pada pagi hari dengan rata-rata 89,8%, siang hari dengan rata-rata 87,35% dan pada sore hari dengan rata-rata90,05%. Hasil tersebut sesuai dengan keadaan optimum tanaman lada. Menurut Wahid dan Suparman dalam Henni Mas Tuti (2001) kisaran suhu terbaik 23 C – 32 C dengan suhu rata-rata siang hari 29 C, dan kisaran kelembaban yang diinginkan tanmanan ini adalah 50-100%.

BAB IV

KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Setek lada yang dicelupkan ke dalam urine kambing pada konsentrasi tertentu dapat merangsang pertumbuhan setek lada, dimana terdapat perbedaan yang sangat nyata terhadap panjang akar.

2. Pencelupan setek lada ke dalam urine kambing memberikan respon yang baik terhadap semua parameter bila dibandingkan perlakuan tanpa urine kambing.

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D. 1999. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Dwipa, Indra. 1998. Pengaruh Pemberian IBA dan NAA terhadap Pertumbuhan Setek Lada (Piper ningrum L) Berdaun Tunggal. Pusat Penelitian Padang.

Dwiwarni, Ida. 1997. “Pemanfaatan Urine Sapi pada Setek Lada”.

Hartmann, H.T.; D.E. Kester dan F.T. Davies. 1994. Plant Propogation; Principles and Practices. Fith edition. Englewood Clifts.

Heddy, S. 1995. Hormon Tumbuhan. Jakarta: CV. Rajawali.

Kartadisatra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan pakan Ternak Ruminisia (Sapi, Kerbau, Domba, Kambing). Yogyakarta: Kanisus.

Kusomo, 1999. Zat Pengatur Tubuh Tanaman. Jakarta: CV. Yasaguna.

Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada.

Lingga, P. 1992. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rismunandar. 1994. Lada, Budidaya dan Tataniaganya. Jakarta: Penebar Swadaya.

Salisbury, Fank. B dan Cleon W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan : Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan.

Sutedjo, M.M. dan A.G. Kartasapoetra. 1991. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta.

Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tubuh Tanaman. Bogor: IPB.

 
Blog Template by suckmylolly.com : Header Image by Roctopus